Pernah membayangkan sebuah tim diasuh oleh 2 pelatih berbeda dalam 2 kompetisi berbeda? Saya sih belum pernah. Namun, jika mau mencobanya, mungkin tim bernama Juventus bisa menjadi pelopor dari tren di atas. Mungkin Paris Saint German akan jadi klub berikutnya yang mencoba praktik ini andai berhasil.
Mengada – ada? Mungkin saja. Tapi saya punya alasan untuk hal yang saya kemukakan di atas.
Juventus memecat Sarri sepekan setelah Ia membawa Si Nyonya Tua meraih gelar beruntun di Serie A untuk kali kesembilan. Musim ini, selain dihadang oleh pandemi virus Covid-19, Juve juga mengalami cukup banyak jegalan dari tim – tim pesaingnya seperti Inter Milan, Atalanta, hingga Lazio. Tak seperti musim – musim sebelumnya, musim ini Juventus dibuat berkeringat lebih banyak. Padahal biasanya, Juventus hanya berkeringat saat berlaga di Eropa. Di sana, tak hanya berkeringat, Juventus juga sering berurai air mata.
Dan benar saja, Juventus lagi – lagi harus gagal di panggung Eropa. Meski sudah mengakuisisi pemain super bernama Cristiano Ronaldo, Juventus tetap saja gagal di ajang yang katanya sih empunya si pemain bernomor punggung 7 itu. Buffon yang sudah berusia 42 tahun masih harus berpuasa musim ini. Entah sampai kapan Ia akan bersikeras bermain demi meraih obsesinya mengangkat tinggi trofi si kuping besar.
Sarri dipecat setelah kekalahan menghadapi Lyon dan tanpa disangka, penggantinya adalah sosok yang tak lagi asing di mata para penikmat dunia sepakbola terutama mereka yang tumbuh besar di medio 90an. Sang regista lapangan Andre Pirlo ditunjuk menjadi pelatih kepala Juventus hingga tahun 2022 mendatang. Tidak disangka.
Banyak yang berujar bahwa Juventus salah langkah. Kita semua tahu tujuan terbesar Juve adala meraih trofi Liga Champions. Gelar juara Serie A adalah sebuah kepastian. Netizen Indonesia bahkan berujar bahwa pelatih “sekelas” Indra Sjafri saja bisa menjadi pelatih Juve dan tetap memenangkan gelar Serie A di akhir musim. Jadi, apakah kinerja Pirlo hanya akan dinilai oleh hasil di panggung Eropa semata?
Jika benar demikian, Juventus boleh melihat opsi yang saya berikan di atas. Pirlo memang sudah berpengalaman sebagai seorang pesepakbola di atas lapangan. Namun saat berdiri di pinggir lapangan, sosok Pirlo tentu masih sangat hijau. Atau mungkin, Juve terinspirasi dari tim putih asal Madrid yang berhasil juara saat memakai jasa mantan legendanya sampai 3 kali secara beruntun? Sah saja mau mencoba peruntungan, tapi ingat saja bahwa hal tersebut tak semudah seperti yang kita lihat.
Pirlo tentu butuh waktu. Namun sayang, tim sebesar Juventus mulai kehabisan waktu seperti apa yang kita lihat belakangan ini. Menjadi raja di Italia memanglah nikmat. Hanya saja, kekuasaan di Eropa menjadi suatu obsesi yang membuat Juventus tak lagi mensyukuri apa yang telah mereka raih sejauh ini.
Mau coba juga PSG? Ronaldinho bisa jadi alternatif menarik andai kalian tertarik. Atau mau tunggu Zlatan pensiun terlebih dahulu? Hati – hati saja disalip klub asal Milan kalau tidak cepat bergerak.